Jumat, 23 Desember 2011

Cattari Ariya Saccani

Cattari Ariya Saccani atau empat kebenaran mulia adalah kebenaran absolut atau mutlak yang berlaku bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras, budaya, maupun agama. Mengakui atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap manusia mengalami dan diliputi oleh hukum kebenaran ini. Empat Kebenaran Mulia ditemukan oleh Pertapa Siddhartha yang bermeditasi di bawah Pohon Bodhi hingga memperoleh Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha. Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan itu diajarkan oleh Buddha Gotama kepada umat manusia di bumi ini. Muncul ataupun tidak muncul seorang Buddha di dunia ini, kebenaran itu akan tetap ada dan berlaku secara universal. Empat Kebenaran itu adalah:

1. Kesunyataan tentang adanya Dukkha (Dukkha)
2. Kesunyataan tentang sebab Dukkha (Dukkha Samudaya)
3. Kesunyataan tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
4. Kesunyataan tentang jalan berunsur 8 menuju akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga)

1. Dukkha
Berbagai bentuk penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke dalam tiga bagian utama atau kategori, yaitu:
a. Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha), misalnya sakit flu, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.
b. Penderitaan karena Perubahan (Viparinama-Dukkha), misalnya berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus asa, dan sebagainya.
c. Penderitaan karena memiliki Badan Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu penderitaan karena kita lahir sebagai manusia, sehingga bisa mengalami sakit flu, sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.

2. Dukkha Samudaya
Ketiga macam penderitaan di atas tentu tidak muncul begitu saja, tetapi karena ada sebab yang mendahului, bukan asal mula. Karena disebut dengan sebab, maka hal itu tidak dapat diketahui awal dan akhirnya. Sebab penderitaan itu adalah karena manusia diliputi Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan Batin, sehingga mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa ke masa dari satu alam ke alam berikutnya.
Manusia banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua bentuk penderitaan yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan melekat pada kesenangan-kesenangan nafsu indera, menghancurkan kehidupan makhluk lain, menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan menjanjikan kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan baik, tidak membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal, menjadi orang dungu yang hanya tahu tapi tidak mempraktekkan apa yang ia ketahui, menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan kejahatan. Inilah sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat manusia, yaitu Nafsu yang tiada henti (Tanha), dan Avijja (kebodohan batin) yang menjadi sebab kelahiran berulang-ulang bagi dirinya.Dikenal tiga macam tanha:

1. Kämatanhä : kehausan akan kesenangan indriya, ialah kehausan akan :
a. bentuk-bentuk (indah)
b. suara-suara (merdu)
c. wangi-wangian
d. rasa-rasa (nikmat)
e. sentuhan-sentuhan (lembut)
f. bentuk-bentuk pikiran

2. Bhavatanhä : kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia berdasarkan kepercayaan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada).

3. Vibhavatanhä : kehausan untuk memusnahkan diri, berdasarkan kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda).


3. Dukkha Niroda
Sebagaimana kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui dan diberikan obat yang tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat dihentikan dengan mempraktekkan cara-cara yang benar dan berlaku secara universal. Kebahagiaan akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu. Kebahagiaan ini adalah kebahagiaan sejati, dimana tidak akan diketahui kemana perginya seseorang yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah kebahagiaan Nibbana. Kebahagiaan yang dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia saja, tetapi juga ketika masih hidup di dunia ini. Nibbana bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan dimana seseorang mempunyai pikiran yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah, benci, dan gelap batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan jasmani. Sebagaimana perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan keluar dari fenomena usia tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka seperti itulah seseorang dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis habis sifat-sifat jahat yang ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya, mengikis habis nafsu-nafsu indera, dan memunculkan kebijaksanaan paling tinggi dalam kehidupannya dan menjadikan dirinya sendiri sebagai Orang Suci meskipun masih bergaul dengan banyak orang dan berpenghidupan di masyarakat luas. Kelak ketika ia meninggal dunia, maka tidak akan ada lagi orang yang mengetahui kemana ia pergi, karena Nibbana bukanlah suatu tempat. Sebagaimana api itu ada, namun tidak seorang pun yang dapat mengetahui kemana perginya api setelah padam. Jika diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian, keserakahan, dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka ketika nyala lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar, saat itulah fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat diketahui oleh siapapun. Inilah gambaran Nibbana secara sederhana. Jadi sangat mungkin Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia, tetapi juga ketika masih hidup.

4. Dukkha Nirodah Gamini Patipada Magga
Cara melenyapkan Dukkha adalah dengan memiliki 8 unsur berikut (disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan):
1. Pengertian Benar
2. Pikiran Benar
3. Ucapan Benar
4. Perbuatan Benar
5. Mata Pencaharian Benar (Penghidupan Benar bagi bhikku/bhikkuni/samanera/samaneri)
6. Usaha Benar
7. Perhatian Benar
8. Konsentrasi Benar


Tidak ada komentar:

Posting Komentar